Jumat, 11 Desember 2009

PUISI-PUISI BODE RISWANDI

Bode Riswandi

BUAT ANNA POLITKOVSKAYA

Salju yang runtuh dari rambut kelabumu
Semacam peluru makarov yang dilempar
Seseorang ke dada dan kepalamu. Lantas
Orang-orang bernyanyi untukmu, tentang
Nasib serta takdir mereka yang bermukim
Di lobang senjata

Di Chechnya kematian itu mudah tumbuh
Bagaikan rumput, katamu. Berlapis-lapis
Ketakutan menjalar di dinding dan di kanal
Aku menatap jauh ke langit kelabu, namun
Tidak sekelabu rambutmu yang menusuk
Banar peristiwa

Aku bernyanyi untukmu, Anna. Ketika jari
Lentikmu berdarah mencium aroma bangsa
Yang punah. Di jalan-jalan, di tenda-tenda
Salju turun lebih kerap dari hari sebelumnya
Tapi nama-nama yang terkuras air matanya
Lebih kerap dari sekedar salju itu, Anna

Aku bernyanyi untukmu, Anna. Ketika salju
Tak cukup memadamkan bara di tubuhmu
Ketika burung-burung terbang ke dasar waktu
Dan beratus pasang biji mata digiring ke arahmu
Salak anjing lari dari jiwa hutan, rasa dingin lari
Dari tubuh salju, dan warna senja lari dari langit
Kelabu. Lalu yang datang kepadamu, Anna
Mungkin rahasia atau kabar yang sederhana

2009

Bode Riswandi

DI VIETNAM CAMP

Banyak yang bercerita lewat angin, semacam dingin
Atau isyarat yang licin. Sepi serupa kembang muda
Yang tumbuh di ranting rahasia. Kuncup ia satu-satu
Lalu jatuh ke dasar tanah. Musim bisa cepat berganti
Di sini, tetapi kabut lebih cepat bertelur di barak ini
Jadi bayangan yang remah di rumput, atau jadi rindu
Yang dipahat di bangku katedral yang berlumut

Aku tak dapat melihatmu melambai dari jendela barak
Atau membaca bayanganmu dari serambi dan geladak
Aku cukup mengimbangi isyarat lain, membayangkan
Sebutir mata sipit dari segala arah membalut teriakan
Yang memanggil-manggil dari lubuk sejarah

Banyak yang bernyanyi di sini, semacam bunyi-bunyian
Juga siulan. Gerimis yang tiba kebetulan, serta bau aspal
Yang mengerak di jalan jadi bagian riwayat kemalangan
Tahun-tahun banyak terlewatkan. Hujan dan angin runtuh
Saling bersahutan. Kesepian tumbuh di plafon, senyapnya
Merambat pada akar pohon. Aku mendengar seruan pelesit
Di balik daun kamboja, suara-suara sepi yang dipantulkan
Angin di ujung gapura. Siapakah kamu?

Siapakah kamu? Aku bertanya pada dinding waktu
Pada keloneng genta yang ditarik seorang pendeta
Pada katedral dan barak-barak yang renta. Tak satupun
Jawaban datang kecuali gema suaraku yang terdengar
Nyaring berulang-ulang, kecuali bayang wajah-wajah
Pendatang dengan dada dan kakinya yang telanjang

Banyak yang mengintai di sini, angka-angka di nisan
Adalah misteri tersendiri. Dan bulu-bulu ilalang yang
Terhempas ke bumi adalah gema paling keras di sini
Aku hanya menunggumu datang menunjuk satu arah
Jalan pulang


2009

Bode Riswandi

PERNYATAAN

Jika dunia ini begitu cepat berputar, katamu
Aku mampu membenarkan ucapanmu
Kuhitung angka-angka yang melekat di usia
Kucabut seratus uban yang tumbuh di kepala
Aku ajak bicara segala mimpi yang membuat
Diri serasa muda. Semuanya selalu berujung
Di warna senja

Jika senja sering disekap penyair muda
Dalam puisi cinta juga balada, katamu
Aku mampu membuktikan pernyataan itu
Tanpa nafsu atau syahwat yang menggebu
Sebab aku bukanlah penyair yang mati muda
Yang mengharap hidup seribu tahun lamanya
Ketika tangis jadi bahasa yang sulit diterka

Aku adalah seseorang yang tak boleh lelah
Mencium aroma lekuk tubuhmu dan menanti
Pernyataan baru dari mulutmu. Jika malam
Yang sampai di ranjang jadi debu karena ditempa
Sungai eranganmu, seketika itu kau dan aku
Jadi orang lain dengan kecemasan masing-masing
Menunggu antara Gembira atau putus asakah
Yang selalu datang dengan tergesa

2009